Sabtu, 27 Agustus 2011

Kemenangan dan Kekalahan (kecil)

Kemenangan-kemenangan kecil atau small victories:

1. Rencana pembayaran Rp 600 ribu per hektar oleh PT Borneo Surya Mining Jaya dalam rangka ekspansi perkebunan sawit ke Muara Tae pada tanggal 25 Agustus 2011 telah berhasil DIGAGALKAN (meskipun mungkin sementara).

Analisis: Manajer perusahaan yang bersangkutan rupanya ngeri melihat ada tikus got di hutan Muara Tae. Selain itu konfrontasi langsung oleh Pak Petinggi, didampingi bodyguard tentunya, membuat mereka berpikir bahwa ini belum saatnya. Ada kemungkinan lain sih, meskipun agak terlalu dipaksakan, yaitu bahwa mengingat mau lebaran maka dana cash perusahaan dipakai untuk bayar THR dulu.

2. Lenyapnya PT Gemuruh Karsa. Alamat sesuai yang tertera di dokumen-dokumen resmi perusahaan sudah tidak ada. Ini adalah kemenangan karena berhasil mengubah sebuah perusahaan tambang yang biasanya seram menjadi fiktif. Kepastian lenyapnya alamat, kantor, dan orang-orang perusahaan ini didapatkan melalui penyelidikan langsung dari rumah ke rumah di ibukota kabupaten pada khususnya dan di Kutai Barat pada umumnya.



Analisis: Meskipun bukan akibat langsung dari sebuah upaya advokasi yang sistematis dan efektif, melenyapkan sebuah perusahaan menjadi sekedar kertas tanpa alamat dan kantor dan karyawan membuatnya lebih mudah dihadapi. Sebab kertas gampang dibakar sampai habis, sedangkan kalau ada alamatnya, kantornya, dan orang-orangnya kan jadi lebih susah dan banyak yang harus dibakar. Meskipun demikian tetap harus hati-hati sebab bisa saja muncul alamat, kantor, dan orang-orang sungguhan yang seram-seram nanti-nanti.

3. Tidak ada yang jatuh dari motor saat menjelajahi hutan Muara Tae.

Analisis: Ini lebih banyak karena musim kemarau aja.

4. Dalam sebuah pertarungan langsung, jarak dekat, dan sangat mendebarkan, Pak Petinggi, Alex, dan Nanang berhasil mengalahkan security perusahaan dan menyelamatkan file-file rahasia dan bernilai strategis yang tersimpan dalam sebuah memory card. Hal ini terjadi waktu mereka bertiga diserbu oleh Company Mobile Brigade Security dengan toyota double-cabin berbendera merah dengan nomor identifikasi 13. Padahal mereka hanya jalan kaki. Meskipun rincian dari insiden ini perlu digali lebih jauh, kemungkinan kecil sekali bahwa mereka hanya sekedar melarikan diri mengingat kondisi fisik mereka sedang kurang fit untuk sprint (satunya adalah Petinggi yang pasti harus menjaga wibawa dan tidak pantas lari terbirit-birit selain itu bawa laptop yang lumayan berat, satunya sudah cukup berumur dan terlalu kurus, satunya lagi terlalu berat di bagian perut dan rambut). Diperkirakan bahwa mereka mengalahkan pasukan security yang seram-seram itu dengan senyum dan penampilan innocent. Insiden terjadi di kawasan pertambangan batubara di Muara Tae pada tanggal 21 Agustus 2011 sekitar pk. 13.00.

Analisis: Sukurlah.


Kekalahan-kekalahan kecil atau small looses:

1. Pita-pita merah telah melilit banyak tegakan pohon di Muara Tae. Di pita merah-pita merah tersebut ada kode-kode tulisan dan angka, termasuk huruf BSMJ. Menurut beberapa nara sumber setempat pita merah menandai bahwa lokasi sudah matang untuk pembukaan blok yang biasanya diikuti segera setelah nongolnya pita merah. Pita merah-pita merah baru nongol beberapa hari ini.

Analisis: selama ini kita cenderung memakai warna hijau. Meskipun terlihat serasi dengan lingkungan hutan, rupanya dari segi warna kurang kuat kalau bersanding dengan warna merah. Ada baiknya kalau kita memikirkan ulang kebijakan kita tentang warna.

2. Semakin kritisnya posisi Pak Petinggi. Pintu masuk untuk memakzulkan petinggi adalah surat dari BPK kepada bupati. Saat ini Camat memberi deadline 30 Agustus 2011 untuk dilakukannya pemilihan ulang Pjs. BPK karena Camat, sebetulnya Bupati di baliknya, tidak sreg dengan Pjs. BPK hasil pemilihan demokratis warga Muara Tae. Jelas-jelas Camat/Bupati menginginkan Pak Victor Menong sebagai Pjs. BPK. Jangan sepelekan kehendak Bupati ini karena sudah ada preseden yaitu dipecatnya salah satu Petinggi di Melak.

Analisis: Ada dua akibat dari kritisnya posisi Petinggi ini, yaitu harus segera menyelesaikan pemetaan persil hutan dan pengesahannya di tingkat kampung sehingga kalaupun Petinggi berganti masih ada sedikit modal administratif untuk mempertahankan hutan-hutan itu, yaitu dengan telah terdaftarnya persil-persil dan kepemilikannya lengkap dengan tandatangan Petinggi dan stempel Kampung. Akibat kedua dari krisis ini adalah berkurangnya selera makan Pak Petinggi. Hal ini membahayakan karena tanpa nutrisi dan energi yang cukup kesehatan fisik dan kekuatan politik juga menjadi lemah.  Beberapa hal telah dilakukan untuk mengatasi hal ini, misalnya kemarin kita belikan daging celeng dan dimasakkan celeng rica-rica oleh Alex, dan tadi pagi kulihat istri Pak Petinggi dengan mesra saling menyuap dan makan sepiring berdua dengan suaminya.

posting ini ditulis oleh A. Ruwindrijarto
illustrasi gambar diunduh dari laman web ini

0 comments:

Posting Komentar