Kamis, 25 Agustus 2011

Award-winning Filmmaker ...


Kali ini di Muara Tae aku berkesempatan mengamati dari dekat seorang award-winning filmmaker saat sedang berkarya. Seminggu pertama dia lebih banyak mengumpulkan inspirasi dan menyerap hakikat situasi dengan tidur, makan, tidur, makan dan secara umum bersenang-senang. Pengamatanku ini dikonfirmasi oleh banyak ibu-ibu dan kakak-kakak petugas dapur di rumah Pak Asuy. Kemudian si award-winning filmmaker masuk ke hutan dan menjelajahi kawasan dan menyusuri sungai. Agendanya rupanya adalah mencari udang dan ikan-ikan kecil, memasang jerat untuk binatang hutan untuk makan malam, mencuci dan merawat rambut panjangnya, dan menetapkan titik-titik kordinat untuk, maaf, boker.

Saking herannya pernah aku bertanya, "Nanang, kok itu kamera seharian duduk aja di tripod dan gak dipegang-pegang?" Si award-winning filmmaker menjawab, "Oo...itu lagi time-lapsed filming, boss." Hmmm...aku berkata dalam hati bahwa aku memang belum pernah dengar istilah itu tapi aku yakin aku dikibuli aja nih.


Tapi memang menurutnya supaya bisa mencapai tingkat award-winning, seorang filmmaker harus memiliki penguasaan dan pemahaman yang holistik.  Hal ini dibuktikannya dengan berbagai hal. Memasak, misalnya. Si award-winning filmmaker berperan jadi tukang masak selama di Muara Tae. Nasi goreng, sambal puedas, tempe goreng, cah kangkung, ikan asap, udang goreng mentega, spaghetti bolougnaisse, gulai sarden, dll. Menurutnya hanya rendang yang gak bisa buat di sini, lama dan gak ada dagingnya, katanya. Menurut Pak Singko rasa masakannya jauh lebih enak daripada Restaurant Sudirman di Samarinda yang sangat ramai dan terkenal itu (catatan penulis: bagaimana Pak Singko yang kesannya adalah bukan aktivis LSM atau traveller bisa mengetahui tentang RM Sudirman ini adalah sebuah misteri tersendiri).

Selain itu si award-winning filmmaker juga menunjukkan diri sebagai ahli ukir kayu. Dia membuat ulekan dari kayu ulin (3 buah lho! Satu untuk dapur Pak Asuy, satu untuk di pondok, satu untuk istrinya di Bogor), kemudian membuat sumpit kualitas ekspor ke jepang, dan membuat stick untuk alat musik gamelannya Pak Asuy. Kalau ada waktu dia juga bisa buat ukiran miniatur kapal phinisi atau relief seperti di gembyok model Jepara, katanya.

Beginilah rupanya seorang award-winning filmmaker saat beraksi.

posting ini ditulis oleh A. Ruwindrijarto

0 comments:

Posting Komentar