Sabtu, 09 Juli 2011

Babakan: Tawon Bawa Gorilla


Beruntunglah Gorilla. Sebelum ia benar-benar jatuh ketika ditinggal Capung, ada Bapak Tawon yang membawanya jauh lebih tinggi lagi untuk terbang. Kini ia belajar. Ia mempelajari cara untuk memperbesar sayap, seiring dengan badannya yang menggempal, biar tetap bisa terbang, kalaupun kelak Sang Bapak Tawon sudah tiada.

“Hey! Ayo ikut gue ke kampong!”

“Siaaaapp …! Ajari saya berteman dengan mereka ya?”

Tawon mengangguk setuju pada permintaan Gorilla. Lalu meluncurlah mereka ke kampungnya suku bangsa Dayak Banuaq Ohokng Sanggokng. Ini adalah kali pertamanya bagi Gorilla, tapi yang kesekian kalinya untuk Tawon.


Kebetulan, mereka datang bertepatan dengan pertemuan masyarakat yang beritikad menolak kedatangan Perusahaan Besar Swasta (PBS) kelapa sawit PT. Borneo Surya Jaya Mining (PT BSJM), di rumah Asuy yang pemimpin Kelompok warga Pesuli Lati Tana, dan dihadiri kira-kira dua puluhan orang lelaki.

Dalam kesempatan itu disusunlah beberapa perencanaan jangka dekat untuk menghadapi ancaman perampasan tanah PBS itu.

Yang pertama mau dilakukan adalah mendirikan pondok-pondok jaga di kawasan hutan/ladang masyarakat yang berbatasan langsung dengan areal yang sudah dilaksanakan landclearing sama PT. BSJM. Kegiatan ini mau dilakukan dengan cara bergotong-royong antar-anggota masyarakat. Pondok jaga ini ibarat dengan benteng, yang membatasi antara hutan/tanah warga kampung ini dengan kawasan landclearing PBS.

Soal kedua adalah pentingnya melakukan penyadaran tentang dampak perkebunan kelapa sawit skala besar kepada sanak saudara dan kalangan masyarakat lainnya di komunitas Kampung ini. Cara yang ditempuh adalah pendekatan kekeluargaan dari rumah ke rumah, maupun kemungkinan iselenggarakannya diskusi secara terbuka dengan mengundang lebih banyak peserta.

Yang terkahir adalah menyusunan petisi, yang isinya tentang penolakan kedatangan PT. BSJM dan kebulatan tekad warga untuk menjaga hutan/ladangnya dari ancaman perampasan. Di akhir tahun lalu, Masrani yang petinggi kampong, sudah menghimpun dua ratus tanda tangan penolak PT. BSJM. Celakanya, dokumen itu hilang karena ia lupa dimana menyimpannya, selupa ia memperbanyak dan mengirimkannya pada para pejabat Negara terkait maupun public luas.

Semua yang hadir setuju, mengangguk-angguk tanda bersepakat. Lalu kami semua mulai bekerja.

Esok paginya dan pada pagi-pagi berikutnya, rombongan kecil berarak serempak ke Utak Ngadaag, Utak Melipeh dan Utak Melinau. Sebelumnya, mereka bersiap-siap belanja bahan-bahan, membeli seng untuk atap, menambahi paku dan mengasah beliung, mandau dan rantai chainsaw. Sementara ada juga yang hanya bisa menyumbangkan uang karena tak bisa berpartisipasi langsung. Bahkan Doh, yang juga diancam perampasan tanah, malahan menggiatkan kerja sadap karet milik tetangganya biar ia lebih banyak dapat uang, lalu bikin pondok jaga. Keren!

“Sayangnya masyarakat sini susah bersatu,”

Asuy mengeluh. Karena baru ia dan dua puluh lelaki lain, yang dikategorikan kelompok warga berpikiran maju dalam hal pikiran dan tindakan untuk mempertahankan hutan/ladang, cuma sedikit bila dibandingkan 600-an KK jumlah penduduk kampong.

Kelompok warga yang mayoritas adalah mereka yang belum mau melepaskan tanah/hutannya karena harga yang ditawarkan PT. BSJM masih sangat murah, berkisar Rp 300 – 600 ribu per hektar. Mereka akan lepas tanah/hutannya bila telah mencapai kisaran harga Rp 3 – 5 juta per hektarnya.

“Tak usah putus semangat,”

“Bersama kita bisa,”

Tawon dan Gorilla membesarkan hati Asuy. Keduanya tahu bahwa kelompok warga yang mayoritas itu bisa dihimpun, karena pada hakekatnya mereka belum menyadari bahaya perampasan tanah PT. BSJM. Mereka memilih melapas tanah ladang/hutannya karena tidak memahami nilai keberlanjutan dari kawasan kelola tersebut sebagai cadangan masa depan anak-cucunya. Oleh karenanya, kelompok ini patut mendapatkan gerakan penyadaran secara luas dan intensif, dengan metode kunjungan rumah per rumah dan atau pertemuan-pertemuan kampung, baik formal maupun informal.

Tapi semua itu belum cukup!

Buat menggelorakan perjuangan anti perampasan tanah, patutlah dihimpun seluas mungkin kemungkinan aliansi dengan beragam kalangan. Salah satunya adalah dengan Pastor Masudin, Pr, yang punya paroki Tanjung Isuy dengan lima ribuan umat katolik di area kecamatan ini & sekitarnya, termasuk di kampongnya Asuy.

Secara principal, Pastor ini mau mendukung gerakan anti perampasan tanah, dan ia mau saja hadir bila diundang dalam pertemuan warga kampung untuk kepentingan itu. Beliau malahan menyarankan agar turut pula digalang dukungan dari kalangan gereja kristen protestan yang mendominasi kehidupan beragama warga kampong-kampung lain korban PT. BSJM. Mantap, Pastor!

Sementara dari kampong tetangga, yang senasib sama kampungnya Asuy, juga ada bara dalam sekam. Gorilla senang karena ia bisa membangkitkan semangat, dan pada akhirnya mereka mau ambil prakarsa untuk bikin suatu wadah organisasi untuk bersama-sama belajar dan menyatukan diri mempertahankan hutan warisan. Gorilla telah melayani, dan ia belajar banyak dengan cepat.

Hingga satu ketika, Tawon mendengar Gorilla bersimpuh dan berdoa, entah pada siapa, secara sayup-sayup dan lirih. Kira-kira demikianlah yang dipanjatkannya,

“Cepatlah memiliki sayap wahai engkau semua.”

“Supaya bisa bersama-sama terbang untuk melawan mereka dan sekutunya yang kejam dan serakah,”

Pasti! Tawon, Gorilla dan mereka akan terbang untuk mengubah dunia suatu ketika nanti.

Illustrasi tawon dan gorilla diunduh dari gambar aslinya di sana dan sini

0 comments:

Posting Komentar