Selasa, 07 Juni 2011

Muara Tae 09


Program Terpadu Pembangunan Jalan dan Penciptaan Lapangan Kerja

Pembangunan jalan di Kabupaten Kutai Barat dipadukan dengan penciptaan lapangan kerja, khususnya bagi para pemuda dayak setempat. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa orientasi pembangunan pada sektor pertambangan dan perkebunan selama ini telah mengakibatkan pengangguran besar-besaran di kelas masyarakat setempat. Diperkirakan bahwa paling banyak hanya 10% dari tenaga kerja di perusahaan-perusahaan pertambangan dan perkebunan yang berasal dari masyarakat setempat. Sebagian besarnya adalah pekerja pendatang dari Sulawesi, Jawa, Sumatra, dan Flores. Padahal pembangunan pertambangan dan perkebunan tersebut telah menghilangkan mata pencaharian dan sumber-sumber penghidupan masyarakat setempat, yaitu dengan hilangnya kebun, hutan dan ladang. Dalam kondisi tersebut, pembangunan jalan menciptakan lapangan kerja baru bagi para pemuda setempat, yaitu menjadi pemungut uang receh di setiap bagian jalan yang berlubang-lubang, berlumpur, dan rusak. Setiap kendaraan yang lewat membayar antara Rp 500 sampai Rp 1000 kepada kelompok pemuda yang berjaga di titik jalan yang rusak tersebut. Kadang-kadang para pemuda tersebut memperlihatkan sekop atau pacul sebagai justifikasi, tapi seringkali juga hanya sekedar berdiri di pinggir atau tengah jalan dan memungut bayaran receh ini. Dengan perkiraan panjang jalan antara Samarinda sampai Melak adalah sekitar 350 km, dan apabila pos pungutan jalan rusak ini didirikan setiap 5 m, dan apabila setiap pos pemungutan ditenagakerjai oleh 3 orang pemuda, maka lapangan pekerjaan yang tercipta adalah sebanyak 350.000 meter dibagi 5 meter dikali 3 pemuda: 210.000 tenaga kerja. Apabila setiap pos pungutan ditenagakerjai dengan dua shift, siang dan malam, maka profesi ini bisa menyerap 2 X 210.000 = 420.000 tenaga kerja. Konsep yang brilian!!!


Berikut adalah beberapa kekuatan dan kelemahan, juga persyaratan dalam pemaduan pembangunan jalan dan penciptaan lapangan kerja ini.

Syarat:
  1. Jalan yang dibangun harus dipastikan segera rusak dan setiap 5 meter harus muncul lubang-lubang besar, bergelombang, aspal terkelupas, berlumpur.
  2. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi sehingga banyak kendaraan yang melintas. Lebih baik lagi bila kendaraan-kendaraan yang melintas sebagian besar adalah kendaraan yang berbobot berat dan mahal, truk, double cabin,dll.

Kelebihan dari Konsep Terpadu ini:
  1. Mengurangi kecelakaan lalu lintas. Hal ini mengingat kendaraan-kendaraan harus melambat atau berhenti setiap 5 meter sehingga kecepatan rata-rata di jalan paling hanya 0,5 km/jam.
  2. Memungkinkan para sopir menyopir sambil smsan, telponan, main game di HP, atau mengisi TTS. Bahkan ada yang main catur dengan penumpang di sebelahnya.
  3. Persatuan dan kesatuan di antara penumpang pada khususnya dan antara penduduk pada umumnya menjadi lebih kuat karena banyak waktu untuk ngobrol di sepanjang perjalanan.
  4. Sesuai dengan poin-poin di atas maka pemandangan di sepanjang perjalanan juga bisa lebih dicermati.
  5. Memungkinkan munculnya industri pendukung di sepanjang jalan, seperti: tukang pijat, counter bensin dan solar drive through, pemutaran film singkat di pinggir jalan yang bisa dinikmati dari jendela mobil, dll.
  6. Memungkinkan para pemuda penjaga pos pungutan untuk bekerja sambil mengerjakan soal-soal Universitas Terbuka atau membaca buku.
  7. Mendorong munculnya para novelis, cerpenis dan penyair dengan banyaknya waktu merenung dan mencorat-coret selama perjalanan.

Kekurangan dari Konsep Terpadu ini:
  1. Martabat para pemuda bisa turun karena penampilannya jadi dekil, berdebu, rambut gimbal, kurus-kurus. Kekurangan ini bisa diatasi dengan menyediakan peralatan keselamatan kerja seperti baju overall, masker mulut dan hidung, kacamata keselamatan, dan topi proyek yang berwarna merah atau kuning.
  2. Orang-orang telapak jadi semakin malas pergi ke Muara Tae karena perjalanan menjadi 20 atau 40 kali lipat lebih lama.

Sebagai catatan, menambah argumen di atas, perlu diketahui bahwa sektor pertambangan dan perkebunan sesungguhnya menciptakan multiplier effect berupa berbagai jenis usaha dan penyediaan produk dan jasa yang juga menciptakan lapangan kerja, akan tetapi multiplier effect tersebut utamanya juga dimanfaatkan oleh para pendatang, bukan oleh masyarakat setempat. Sebagai contoh:

Penjual sayuran keliling: orang Jawa.
Penjual sepatu dan baju keliling: orang Jawa atau Bugis.
Penjaga Warung Tegal: ya orang Tegal lah
Penjaga Fotokopian: pemuda dari Tegal
Tukang tambal ban: orang BTL (penulis tidak berani mencatumkan kepanjangannya)
Polisi: orang Bali atau Jawa
Sopir Travel: orang Bugis atau Banjar
Penjaga malam: orang Flores
Penjual jagung: tidak berhasil diklasifikasi
Pimpinan perusahaan: orang Bule (termasuk Korea dan Cina)
Surveyor: orang ITB
Tukang pijat: belum memperoleh data primer.

gambar di atas diunduh dari aslinya di laman berikut

1 comments:

Smart n Beauty mengatakan...

teridentifikasi! tukang pijet orang jawa tuh! ada ada pelang namanya: "pijet ala jawa" gitu

Posting Komentar