Mungkin juga sebenarnya aku yang lagi kurang pendengaran soalnya pembicaraan orang-orang lain juga hanya kumengerti paling banyak 10%nya.
Ngomong-ngomong tentang persen, dalam rapat tadi aku berhasil memastikan bahwa logo telapak di seragam itu akan dinilai sebesar 50% dari biaya membuat seragam kelompok penjaga dan pengelola hutan. Beberapa dari orang-orang galia Muara Tae ini gak setuju karena menurut mereka telapak harusnya hanya membayar senilai 20%, paling banyak 25% dari biaya pembuatan kaos. Mereka berargumen bahwa brand telapak belum punya market acceptance yang baik. Bahkan sebetulnya belum teruji melalui “market research” untuk konsumen di Kabupaten Kutai Barat, apalagi dengan kenyataan bahwa dalam hal ini bakal ada diversifikasi produk dengan brand tersebut. Inilah susahnya dengan globalisasi karena ilmu-ilmu marketing dan advertising yang canggih-canggih pun sudah sampai ke pelosok-pelosok kampung. Aku hampir menyerah tapi akhirnya seseorang intervensi dan mengatakan bahwa anggap aja ini uji coba dengan catatan bahwa memuat logo telapak dengan membayar senilai 50% dari biaya pembuatan seragam itu sebenarnya over-valued. Seragam yang akan dibuat akan berwarna hitam atau hijau, dengan tulisan besar-besar nama kelompok penjaga dan pengelola hutan Muara Tae ini dalam bahasa Benuaq. Aku nggak nangkap kata-kata bahasa Binuaq itu tapi artinya kira-kira adalah penjaga dan pengelola hutan adat yang dulu ada menjadi tiada kemudian ada lagi (atau kebalik ya: dari tiada menjadi ada menjadi tiada, atau dari tiada menjadi ada menjadi tiada menjadi ada, atau jangan-jangan ada dan tiada hanya kata semata....sampai di sini aku mungkin sudah terlalu ngantuk).
Kesimpulan lainnya dari rapat tadi adalah akan dibuat pesta adat untuk meresmikan pondok-pondok jaga hutan. Diharapkan pada bisa hadir, terutama yang kuat-kuat soalnya jalannya jauh, makanannya banyak, minumannya keras-keras.
Ungkapan-ungkapan lain yang samar-samar kuingat adalah:
Pak Mantan Ketua Adat: “selama ini kami belum ketemu pintu untuk masuk, tangga untuk naik, jembatan untuk melintas”
Ibu Maria Apung (78 th): “kalau hutan, saya sayang sekali”
Saipul (asli Benuaq): “kita harus segera melakukan “political legwork”nya, terutama dengan target kepala adat, BPK, camp baru, bupati”
0 comments:
Posting Komentar