Bila kita terbiasa hidup kota, maka tentu sulit membayangkan bagaimana rasanya menjadi orang kampung. Terlebih jika membayangkan hidup di sebuah kampung Dayak Benuaq di Kalimantan Timur sana. Kampung yang sekalipun masih (terasa) tenang, namun saat justru sedang bersiap untuk menghadapi ancaman kehancuran oleh investasi besar pertambangan batu bara dan perkebunan kelapa sawit.
Dua orang teman dari Jawa Barat, beberapa waktu lalu datang berkunjung ke kampung ini (baca: Muara Tae). Selama 2 minggu hidup bersama orang kampung, keduanya belajar banyak hal mengenai kerasnya kehidupan di kampung pedalaman, menginap di hutan, dan kesiapan menghadapi ancaman penghancuran hutan kecil yang tersisa di sana.
Berikut cerita mereka, yang dituliskan oleh salah seorang dari mereka Ghonjess, berjudul "Bersama Pejuang di Muara Tae". Penulisnya telah lebih dahulu mem-posting tulisan ini di blog Jawa Kulon.
------------------------------------------------
Tidak bisa berdiam diri dan selalu giat bekerja... begitulah kesan pertamaku... gesit dan cepat ketika berjalan di hutan. Cukup kesulitan mengingikuti beliau seharian mengelilingi hutan Muara Tae pada saat pemetaan batas luar... begitu pula ketika menyusuri anak-anak sungai di hutan utak Melinau.... dengan terus mengayun mandau sambil bersenandung dengan bahasa Dayak Benuaq jalur-pun terbuka untuk dilalui... memiliki pengetahuan identifikasi tumbuhan membuat beliau tak salah tebas pada tumbuhan yang memiliki daya guna... perjalanan terasa menyenangkan... apalagi beliau paham seluk beluk hutan... mengetahui kegunaan dari banyak tumbuhan yang ada... untuk bangunan, untuk upacara adat, untuk obat, untuk perekat hulu mandau, untuk lembing tombak, untuk tali pengikat, untuk budidaya, untuk jerat, untuk racun, dsb... pendek kata beruntung bisa sempat blusak blusuk di hutan bersama beliau... menjadikan alam yang membentang sebagai guru...
Meskipun sudah sepuh beliau memiliki fisik kuat dengan stamina mumpuni... terseok-seok ketika harus mengimbangi beliau memikul kayu ulin yang akan dijadikan tiang-tiang pondok jaga... pada saat hampir menyerah, beliau terus memberi semangat... "ayoo dikit lagiii... udah lebih ringan... airnya udah banyak yang keluar"... kami tetap tak bergerak, terduduk di akar pepohonan yang ada... setelah kuperiksa, ternyata benar... ada air keluar dari pangkal kayu... tapi hanya beberapa tetes...hihihi.... setelah menghilang beberapa saat tiba-tiba beliau muncul dari arah bukit tempat pondok berada. "minum dulu biar kuat" ucapnya sambil menyodorkan air berwarna ungu yang ternyata kuku bima energi jreeng.... hahaha.. spontan aku dan Kosar tertawa terpingkal-pingkal... "jangan tertawa teruus... nanti tambah lemas" teriaknya bersemangat. Tawa kami semakin menjadi...
Nyampe di pondok... "kalau mau kuat mikul kayu dan supaya tidak terasa sakit, yaa harus sering mikul kayu", begitu beliau berbagi kiat pada kami yang terengah ketika beristirahat... aku mengangguk setuju... karena beliau tidak sekedar bicara... aku menyaksikan sendiri buktinya... ketika nafas sudah sedikit lebih teratur, aku baru menyalakan sebatang rokok... tiba-tiba... "kita baru dapat satu tiang, masih butuh lima lagi" ucapnya... langsung lemas dengkulku... "memang tempatnya lebih jauh... tapi yang ini lebih kecil" ujarnya sambil bersemangat... (ternyata maksudnya tuh... meskipun lebih kecil, tapi lebih jauuuh dan jalannya turun naik lagii... hkhkhk..) huuh... akhirnya dengan susah payah kami mampu mengumpulkan 4 tiang dengan panjang 5-6 meter... kupikir semangat beliaulah yang membuat kami mampu.... "tiang yang ini keliatannya harus diganti... jadi masih kurang 3 tiang lagi".... hadaaaw...
aku penasaran, kenapa pondok harus diganti.... "pondok ini dibuat (pada tanggal 15 Mei 2009) secara tergesa-gesa, soalnya pondok sebelumnya dirobohkan oleh orang... entah siapa?... jadi kita cari tiang-tiang ulin yang panjang supaya pondoknya lebih tinggi, kuat dan tahan sampai 50 tahun" ujarnya... walaah... Begitu panjang semangat beliau... membuat ciut yang punya semangat cuma 2 mingguan... bah... bahkan untuk 2 minggupun sulit...
Pak Asuy namanya... warga kampung Muara Tae... orang yang selalu gelisah dengan hadirnya ketidakadilan... perkebunan kelapa sawit dan perusahaan tambang begitu kasat mata merebut, mengepung dan mengancam tanah - hutan mereka... 12 tahun yang lalu pernah mengungsi ke hutan selama 3 bulan akibat sikap perlawanannya,... nyawa mereka terancam.... bersama keluarga dan warga lainnya mereka hijrah meninggalkan kampung... mereka memilih hutan untuk mendapatkan perlindungan... hanya hutanlah pada saat itu yang dapat melindungi mereka... hanya hutanlah yang bisa dipercaya..
kini mereka sudah tinggal di kampung lagi... berharap dapat teman yang mau bersama mempertahankan tanah dan hutan yang tersisa....
Minggu, 19 Juni 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar