Sabtu, 27 Agustus 2011

Kemenangan dan Kekalahan (kecil)

Kemenangan-kemenangan kecil atau small victories:

1. Rencana pembayaran Rp 600 ribu per hektar oleh PT Borneo Surya Mining Jaya dalam rangka ekspansi perkebunan sawit ke Muara Tae pada tanggal 25 Agustus 2011 telah berhasil DIGAGALKAN (meskipun mungkin sementara).

Analisis: Manajer perusahaan yang bersangkutan rupanya ngeri melihat ada tikus got di hutan Muara Tae. Selain itu konfrontasi langsung oleh Pak Petinggi, didampingi bodyguard tentunya, membuat mereka berpikir bahwa ini belum saatnya. Ada kemungkinan lain sih, meskipun agak terlalu dipaksakan, yaitu bahwa mengingat mau lebaran maka dana cash perusahaan dipakai untuk bayar THR dulu.

2. Lenyapnya PT Gemuruh Karsa. Alamat sesuai yang tertera di dokumen-dokumen resmi perusahaan sudah tidak ada. Ini adalah kemenangan karena berhasil mengubah sebuah perusahaan tambang yang biasanya seram menjadi fiktif. Kepastian lenyapnya alamat, kantor, dan orang-orang perusahaan ini didapatkan melalui penyelidikan langsung dari rumah ke rumah di ibukota kabupaten pada khususnya dan di Kutai Barat pada umumnya.



Jumat, 26 Agustus 2011

Complicated = ruwet = rumit ???


Seperti status relationship di facebook aja: it's complicated. Misalnya begini: Camat mengirim surat lebih dari sebulan lalu. Surat itu menetapkan beberapa orang sebagai pejabat sementara Badan Perwakilan Kampung. Bisik-bisiknya, penetapan ini adalah memo katabelece langsung dari Bupati. Penetapan ini, menurut kejujuran Camat sendiri, bertentangan dengan ketentuan peraturan yang ada. Kemudian warga dan Petinggi Muara Tae, yang tidak sreg dengan penetapan Pjs. BPK itu, menyelenggarakan pemilihan BPK yang menghasilkan 5 anggota BPK, dimana satu di antaranya adalah salah satu dari 5 Pjs. yang ditetapkan Camat tadi. Petinggi kemudian bersurat dengan Camat untuk minta SK penetapan BPK. Camat tadi siang mengirim surat yang menolak BPK pilihan warga ini dan meminta dilakukan pemilihan ulang dengan melibatkan Pak Victor Menong, jagoannya Bupati di Muara Tae. Jadi sekarang Pak  Petinggi Muara Tae akan membaas surat balasan dari Camat itu, yang akan menolak surat penolakan Camat itu atas pemilihan BPK oleh warga sendiri yang menolak BPK yang ditetapkan Camat. Semua ini tentu saja pangkal soalnya adalah penolakan Pak Petinggi dan mayoritas warga Muara Tae terhadap perusahaan tambang dan kelapa sawit.


Kamis, 25 Agustus 2011

Award-winning Filmmaker ...


Kali ini di Muara Tae aku berkesempatan mengamati dari dekat seorang award-winning filmmaker saat sedang berkarya. Seminggu pertama dia lebih banyak mengumpulkan inspirasi dan menyerap hakikat situasi dengan tidur, makan, tidur, makan dan secara umum bersenang-senang. Pengamatanku ini dikonfirmasi oleh banyak ibu-ibu dan kakak-kakak petugas dapur di rumah Pak Asuy. Kemudian si award-winning filmmaker masuk ke hutan dan menjelajahi kawasan dan menyusuri sungai. Agendanya rupanya adalah mencari udang dan ikan-ikan kecil, memasang jerat untuk binatang hutan untuk makan malam, mencuci dan merawat rambut panjangnya, dan menetapkan titik-titik kordinat untuk, maaf, boker.

Saking herannya pernah aku bertanya, "Nanang, kok itu kamera seharian duduk aja di tripod dan gak dipegang-pegang?" Si award-winning filmmaker menjawab, "Oo...itu lagi time-lapsed filming, boss." Hmmm...aku berkata dalam hati bahwa aku memang belum pernah dengar istilah itu tapi aku yakin aku dikibuli aja nih.

Mereka (dayak) Terpaku


Dua orang Dayak terpaku melihat lubang tambang yang menganga lebar dihadapan mereka, baru kali ini mereka bisa melihat langsung dalam areal tambang PT.Gunung Bayan yang beroperasi selama kurang lebih 15 tahun di kampung mereka. kawasan dengan tanda "Dilarang Masuk Bagi Yang Tidak Berkepentingan" itu ternyata mampu membuat lutut mereka gemetar.... bagaimana tidak?! Luasan bukaan tambangnya bisa menampung seandainya seluruh rumah dan bangunan di kampung Muara Tae di kumpul dan dibuang kedalam lubang besar yang menganga itu.... Miris membayangkan kelak jika perusahaan gabungan milik swasta nasional dengan malaysia ini kelak pergi meninggakan kampung mereka, maka yang tinggal hanya lubang besar menganga....

15 tahun mereka telah menghirup debu dan meminum air beracun, berebut tanah dengan pendatang, dan berkelahi antar saudara karena urusan ganti rugi lahan .... 15 tahun berlalu tanpa ada perubahan menuju masyarakat sejahtera seperti yang di janjikan dulu.

Kini mereka memandang lubang itu dengan ternganga .... dalam hati mungkin berpikir "memang kita menyiapkan lubang untuk masa depan kita sendiri jika kita tergiur janji-janji yang sama dikemudian hari"

Posting ini dituliskan oleh Margaretha Seting Beraan

Rabu, 24 Agustus 2011

Puisi Potret Pembangunan


Mencium bau kencing orok di kaki langit,
Melihat kali coklat menjalar ke lautan,
Dan mendengar dengung lebah di dalam hutan.
Lalu kini ia dua penggalah tingginya.......
Dan ia menjadi saksi kita berkumpul di sini
Memeriksa keadaan.

Kita bertanya :
Kenapa maksud baik tidak selalu berguna?
Kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga?
Dan kita di sini bertanya : Maksud baik saudara untuk siapa ?

Orang berkata Kami punya maksud baik
Dan kita bertanya : Maksud baik saudara untuk siapa ?

Ya ! Ada yang jaya, ada yang terhina
Ada yang bersenjata, ada yang terluka.
Ada yang duduk, ada yang diduduki.
Ada yang berlimpah, ada yang terkuras.



Azizterix???

Entah kenapa dalam perjalanan yang panjang di poros Samarinda-Muara Tae kali ini pikiranku tak bisa lepas dari Aziz. Bukan karena kangen pastinya karena baru ketemu kemarin. Pastinya juga bukan karena hutang karena sudah kulunasi. Mungkin karena ini bulan suci Ramadhan sehingga urusannya jadi ke religius-religius gitu.

Nah, Aziz ini sudah bergelar Haji Kecil, sudah beribadah Umroh ke Mekah. Jadi Aziz ini belum pernah ke London atau Paris atau New York atau Bangkok atau Tiongkok (kalau Rengas Dengklok sih udah kali), tapi dia sudah ke Mekah, mungkin yang paling penting dari semua kota itu. Jadi dia sekarang bergelar Haji Kecil padahal dia tidak punya gelar Drs., Ir., DR., SH, MBA, MM, atau SPi, SPet, SHut, atau apapun.

Memang Haji Kecil sudah paling pas juga sih dengan postur tubuhnya. Ini hal berikutnya yang membuatku memikirkan Aziz dalam perjalanan ke Muara Tae ini, soal pisik. Yang paling sesuai dengan gambaran Asterix ya dia ini lah. Kecil, bengil, tengil, siap kelahi dan ditugaskan ke manapun. Begitulah si Azizterix ini. Plus kualitas-kualitasnya yang lain, seperti misalnya dengan gajinya yang kecil sebagai pengelola T-Port dulu dan beberapa tahun terakhir sebagai sekretaris BPT kok bisa dia pergi ke Mekah, ngasih aku utangan untuk beli rumah, kumintain rokok setiap hari (Sampoerna Kretek).

Senin, 22 Agustus 2011

Aku Berangkat ke Muara Tae (lagi) yaa!


Aku pergi dulu yaa ...! Aku berangkat ke Muara Tae malam ini.  Bergabung dengan Alex dan Nanang di sana.  Kamu mau titip pesen apa buat orang2 di sana?
Weleh-welehh ... hebat sekali kawan kita ini.  Rupanya semangat perjuangan dari para warga Pesuli Lati Tana Adat Takaaq di Muara Tae sana sudah menular menyeluruh menjadi tekad yang kuat.  Tekad kuat utk tanpa henti membantu saudara kita yang sedang berjuang di sana.

Kalau tidak salah, kawan kita Ruwi ini sudah ke Muara Tae untuk yang kesekian kalinya.  Sebelum bulan puasa kemarin dia juga sudah berkunjung ke sana. 

Kamis, 18 Agustus 2011

Merdeka di Muara Tae?

Hari ini adalah sehari setelah puncak perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-66.  Sebuah perayaan akbar di seluruh penjuru negeri yang konon dicita-citakan sebagai negeri yang "gemah ripah loh jinawi karto raharjo".  Negeri yang makmur sejahtera dan tentunya memberi kesejahteraan pada seluruh rakyatnya di mana pun mereka berada.

Semangat merah-putih yang dikumandangkan pada minggu kedua di bulan Agustus ternyata juga terasa di sebuah kampung kecil di emper jalan poros Samarinda-Melak, di sudut Kalimantan Timur sana,  Kampung bernama Muara Tae ternyata masih merasa menjadi bagian republik ini.  Mereka juga masih punya semangat kemerdekaan yg tak kunjung padam.  Tapi apa memang sama semangat kemerdekaan mereka dengan kita umumnya yg berdomisili di perkotaan?

Sabtu, 13 Agustus 2011

Documented by Gecko and Tiquzgot


Ini sebuah cerita biasa sebenarnya.  Namun jadi terasa agak berbeda karena ini bukan hanya tentang kepergian sebuah tim dari Bogor menuju Kampung Muara Tae.  Tim ini bukanlah tim biasa-biasa.  Kalau mau sedikit "lebay" (berlebihan) boleh juga tim ini dijuluki tim dokumentasi profesional. 

Tim beranggotakan dua orang yang selama ini telah dikenal malang-melintang di dunia dokumentasi media.  Yang satu punya keahlian memotret secara profesional serta gemar membuat goresan gambar tangan berbentuk kartun dengan nuansa lelucon segar.  Sementara yang satunya lagi adalah seorang anak muda penggemar kamera video yang dengan kemampuannya selalu saja berhasil menempatkan posisinya sebagai pembuat filem profesional.  Tak hanya profesional, anak muda ini bahkan telah mampu menempatkan posisinya di kancah perfileman dokumenter antar bangsa.